Laman

Jumat, 30 April 2010

Never ending Friendship part 1

Hai Sahabatku, ingatkah...

Sahabat mempunyai makna khusus yang sulit diganti dengan apapun. Sahabat bukan hanya sekedar teman cerita dalam masa suka duka, tetapi dialah teman dalam cerita itu sesungguhnya. Dulu sepertinya mudah sekali mengatakan sahabat pada orang yang saya anggap cocok. Teman curhat, titip absen, belanja, atau apa saja yang dirasa itu menyenangkan. tapi sekarang mulai berubah konteksnya. Disaat kita sudah pernah mengalami masa tidak menyenangkan dalam hidup, dan dia masih tetap bersama kita, itulah SAHABAT. Sahabat tidak selalu ada bersama kita kemana saja, selalu ada disamping kita, tetapi sahabat itu adalah orang yang mengerti ketika kita ingin bersama ataupun kita sedang ingin sendiri. Saling menghargai adalah kontrak mati dari sebuah sahabat.

Berteman juga penuh resiko! Kalau urusan gosip memang sudah menjadi makanan sehari-hari. Apalagi untuk anak SMA ketika itu. Punya pacar pakai mobil, dibilang matre. Semakin kuat kalau memang tampangnya biasa-biasa. Inilah pengalaman ketika bersama Irma, Frista, Pipit, Indah, Anggita. Tetapi memang sumber utamanya karena Irma yang memang sangat "heboh". Ya, nggak tante? hehe..

Sahabat selalu membela temannya saat dipojokkan. Ketika itu posisi Pipit yang memang "jawa banget" sering dalam posisi terpojok. Tetapi justru karena "kejujurannya" membuat diri ini selalu ingin membela. Jika ada yang menyakitinya, termasuk masalah lelaki, rasanya ingin mencakar-cakar mukanya. Tetapi itulah Pipit, tetap diam walaupun disakiti. Fungsi sahabat disini memang harus memberi support kapan dan dimanapun. Dan Membela! Dan saya teringat Rizzy selalu menemani apapun masa yang pernah saya lewati. Mungkin dialah SAKSI MATA dalam setiap step kehidupan yang pernah saya alami.

Walaupun sahabat sering membuat kesal, ternyata dia orang yang paling siaga dalam masa tersulit dalam hidup anda. Entah saya berapa kali telah "perang dingin" sewaktu SMA dulu dnegan Rizzy, dan berkali-kali Tommy membuat kesal hingga anda menangis..lalu tertawa..menangis lagi..tertawa lagi.. Ya, tidak ada habisnya. Tetapi ternyata dua lelaki jagoan ini memang tiada duanya. Ketika pada masa sulit dahulu, mereka lah yang memberi support penuh. Saksi hidup pada masa itu. Thanks bro!

Sahabat bisa membuat suasana semakin seru!Terkadang disaat kita Pacaran pun ingin bersama sahabat. Dulu sering sekali ditemani oleh Frista ketika bersama Yoga. Begitupun saya yang sering menguntit teman yang pacaran. Dibilang "Kambing Congek" tidak mengapa. Terkadang bakat "berbicara" ini dijadikan oleh Anggi untuk meramaikan acara pacarannya. Sialnya, kalau mereka sedang berantem. Benar-benar harus tutup kuping!

Sahabat bisa membuat dua orang dengan wajah berbeda menjadi SAMA. Pernahkah anda jalan dengan teman anda di mall lalu, orang mereka berkata "Kalian kembar yah?" atau "Yang mana nih kakaknya?". Yah, mungkin persahabatan membuat perbedaan tampak sama.

Persahabatan juga sering di"uji" seperti orang pacaran. Salah paham, dicuekin (ini paling menyebalkan), nganbek-ngambekan, ini juga bisa ditemui dalam sebuah persahabatan. Tiba-tiba dihindari oleh teman sendiri karena sesuatu yang tidak jelas apa maksudnya, seperti diri ini kecoa. Mengapa kecoa? Karena kecoa-lah hewan yang membuat kita menghindar jika berpapasan dengannya. Bertengkar dengan teman lebih menyakitkan dari pada dengan musuh yang memang sudah jelas banyak alasan untuk membencinya.

Persahatan bisa diawali dari kebencian. Mengawali persahabatan awalnya dari perkenalan, merasa cocok, lalu jadilah SAHABAT. Tetapi bagaimana jika diawali dari kebencian? Seperti perasaan dengan Gadis Rahmawati, yang entah dulu sangat tidak suka. Kami dulu saling membenci, tetapi ternyata kami disatukan ketika sama-sama mengalami masa transisi dari persahabatan. Masa dimana "ditinggalkan" orang yang kami anggap sebagai "sahabat".

Sahabat bisa menyatukan rantai persahabatan. Rasanya perlu orang-orang yang netral untuk sebuah persahabatan yang lebih dari dua orang. Seperti si cantik Anggi dan Si lucuHelda. Tidak punya musuh dan menyenangkan. Dan dalam masa saya berteman, hanya dengan merekalah memang tidak pernah bertengkar. Padahal Anggi itu orang yang "gereget", dan saya orang yang sering bikin kesal..hehe..

Sahabat selalu merasa kehilangan jika menjauh dan saling memaafkan. Walaupun bibir ini berkata saya benci mereka, tetapi tetap saja saya kangen dengan si heboh Irma, Si tunggal Frista, Si lemot Pipit, Si Centil Anggita, dan Indah yang paling dewasa. Dan pernah membenci Anita hanya karena urusan.....se-pe-le.. Hanya karena masalah cowok bisa berantem. Uhh...tidaakkk!!! Tetapi ternyata kami semua kembali bersatu kembali. Bahkan mereka tetap ada hingga sekarang.

Saat anda sudah bermetamorfosis, sahabat anda tetap ada. Setiap orang ada masanya untuk bermetamorfosis. Sempat terjatuh, lalu bangkit lagi, dan dalam keadaan ini merekalah salah satu dari "harta-harta" yang tersisa. Tidak peduli anda pernah menyakiti, tidak peduli anda pernah disakiti. Anda sudah terikat dalam lingkaran yang berputar dan pada masanya anda akan bertemu lagi walaupun pernah menjauh.

"A true friend never gets in your way unless you happen to be going down" (Arnold H. Glasgow)

Walaupun jarang bertemu, tetapi dia peduli tentang perkembangan yang anda alami. Saya menemukan beberapa orang seperti ini. Seperti Yanu, yang kadang di panggil Yani. Fathan yang ada dan tiada.

Sahabat bisa menarik sahabat-sahabat baru dalam hidup anda. Seperti Frista yang mengenalkanku pada Ayu yang cerewet dan Yanthi yang kecil-kecil tapi........ Tidak peduli waktu perkenalan yang belum lama, tetapi mereka telah mengisi dengan indah. Dan ada lagi! Saya bingung iqbal itu berasal dari planet mana? Tiba-tiba kini sudah menjadi bagian dari lingkaran persahabatan. Padahal, sewaktu SMA mungkin menyapa pun TIDAK. Sahabat bisa juga datang secara misterius!

Yah..itulah sahabat..Banyak cerita, banyak kesan, dan memang diciptakan untuk abadi. Semua seperti terikat kontrak mati dalam satu lingkaran yang sejauh apapun anda berlari, akan tetap tapi tidak bisa berpisah.
Friendship is not about quantity, but quality. Lebih baik sedikit tapi berisi dari pada banyak tetapi KOSONG!
Sebenarnya masih banyak lagi yang lainnya. Tetapi inilah sahabatku yang sekarang ada di Bekasi, 04 Mei 2010 pukul 14:18 WIB!























Minggu, 25 April 2010

Biograph of My Dad

Raden Yayat Ruhiyat-Garut,15 September 1958

Mempunyai hobi olahraga bulu tangkis yang konsisten digelutinya hingga kini. Minimal seminggu sekali bermain bulu tangkis dan mengikuti kejuaraan. Nyaris selalu menjadi pemenang disetiap perlombaan yang diikutinya. Dalam intelejensi, ternyata memiliki IQ yang tinggi. Selalu dapat peringkat pertama di bangku sekolah. Ketika SD hanya menjalani 5 tahun saja karena sudah diperbolehkan ujian nasional walaupun masih menginjak kelas 5 SD. Jika dilihat dari tulisannya yang bagi saya "tidak terbaca" itu menggambarkan sifatnya ketika masa sekolah. Tenyata beliau hanya menggunakan satu buku untuk semua mata pelajaran. Ini mengisyaratkan bahwa beliau memang jarang menulis. Diakuinya bahwa memang beliau jarang belajar karena bisa langsung mengerti dan mengingat hanya sekali ketika diterangkan oleh gurunya. Bahkan terkadang membuat guru-gurunya pusing karena beberapa pertanyaan-pertanyaannya sulit untuk terjawab.

Sayangnya, kepintarannya tidak didukung oleh kesehatannya. Sedari kecil sudah "akrab" dengan penyakit. Karena penyakit asma yang berat, membuat daya tahan tubuhnya tidak bagus. Setiap seminggu sekali sering maelakukan kontrol dan berobat. Karena ini pula, beliau tidak dilanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ketika itu beliau memang mengambil Analys kimia, sehingga ketika lulus langsung bekerja di suatu perusahaan Farmasi di Bandung. Yang menggelikannya, ijazah sekolahnya saja baru diambil beberapa waktu yang lalu (baca:skitar 30-an tahun kemudian) dan mengikuti reuni belum lama ini. Ternyata teman-temannya mengira beliau sudah meninggal karena ijazah yang tidak diambil-ambil, tanpa kabar dan berita. Tentunya karena pria ini sudah sakit-sakitan sewaktu sekolah, bahkan sering tidak masuk karena sakit. Mungkin inilah pertimbangan orangtuanya yang tidak menyekolahkannya hingga bergelar tinggi walaupun yakin akan kepintaran anaknya.

Saat bekerja, beliau mulai jatuh hati pada seorang gadis. Namun, rupanya pria ini kurang diminati oleh gadis ini. Mereka menjalin pertemanan secara akrab. Ketika itu, ada beberapa pria lain yang menyukai wanita idamannya. Merasa tidak termasuk kualifikasi, rupanya beliau minder dan kurang gencar mengejar wanita ini. Pria ini dianggap kolot karena lelaki usia muda seperti itu tetapi tidak merokok dan religius. Secara materi pun sulit bersaing oleh pesaingnya yang seorang pengusaha, dokter, dan bidang lainnya yang sudah jelas diatasnya dengan umur diatasnya pula. Pada suatu saat wanita ini pun menikah dengan pria lain. Hari berganti dan entah kabar dari mana, pria ini datang kembali dalam kehidupan gadis ini. Situasinya sudah berbeda, gadis ini sudah berpisah dengan suaminya dan sudah memiliki anak yang masih bayi. Karena ketulusannya, pria ini menikahi dan mengasuh anak dari wanita itu dengan penuh kasih sayang dan memberi beberapa adik bernama Raden Fitri Tasfiah (24 tahun), Lanti Nurcahyawati (21 tahun), Fajar Darussalam (19 tahun).

Walaupun dalam kondisi badan yang mudah sekali sakit, beliau tidak gentar untuk menafkahi anak dan istri-istrinya. Kepindahan kerja di Jakarta dan berdomisili di Bekasi membuatnya harus merintis dari bawah. Setia di perusahaan yang hingga kini masih dijadikan atap untuk mencari nafkah. Karena kepintarannya, maka beliau selalu diandalkan untuk menangani beberapa urusan perusahaan. Beliau sangat disegani dan di hormati. Tetapi tetap saja karena latar belakang pendidikan dan darah pribumi yang mengental, maka begitu sulit beliau meraih jabatan yang seharusnya didapatkannya. Hanya diserap oak dan pemikirannya, dengan benefit yang tidak seberapa. Bertahun-tahun menjadi kepala lab. Kondisi seperti ini membuatya bertekad untuk menyekolahkan anaknya hingga tinggi. Minimal harus meraih s1, karena beliau sadar pendidikan itu sangat berpengaruh dalam karir. Sesungguhnya warisan yang paling penting adalah ilmu, jika harta bisa habis, tetapi jika ilmu tidak mungkin hilang bahkan bisa menjadi bekal untuk mendapat harta (Yayat Ruhiyat). Sebenarnya beliau meghadapi kesulitan dalam segi materi, mengingat biaya sekolah memang mahal. terlebih ada empat yang harus dibiayainya. Tetapi memang beliau pantang menyerah. Beliau mencari penghasilan tambahan di hari lain (sabtu) dan usaha yang hingga kini masih digelutinya.

Masa keterpurukan dimulai tahun 2006, ketika itu beliau di vonis kerusakan hati(Liver) yang akut. Kerusakan ini akibat ketergantungannya dengan obat-obatan (terutama obat asma). Situasi dilematis pun tiba. Di satu sisi, beliau amat membutuhkan obat-obatan itu demi menyambung hidupnya, disisi lain obat-obatan itu mempunyai efek samping menyebabkan penyakit ini. Vonis dokter mengatakan beliau hanya bertahan hingga dua tahun lagi, bahkan tidak mencapai usia 55. Awalnya berita ini mencairkan ketegarannya. Mulai berwasiat kepada keluarga besarnya dan menitipkan anak istrinya jika nanti tiada. Tetapi Allah SWT maha penentu dan hakim sesungguhnya di muka bumi ini. Hingga kini beliau masih mampu hidup dan bertahan. Bahkan kini telah dikaruniai dua orang cucu bernama Muhammad Shafarrel Fadhal (23 bulan) dan Zalfa Faiha Sakhi (18 bulan) yang menambah semangat hari-harinya.

Walaupun banyak melewati hari-hari sulit, tetapi beliau adalah orang yang ceria dan humoris. membuat ramai suasana. Selain itu memiliki wibawa yang sangat tinggi. Karena sosoknya yang religius serta menyenangkan.Bukan hanya dalam keluarga, tetapi dalam kehidupan sosial. Dalam kehidupan sosial beliau perbah menjadi ketua RT, ketua RW, dan ketua DKM Masjid. Bahkan beberapi ditawari menjadi kader partai politik. Namun rupanya beliau tidak berminat berpolitik. beliau hanya mau mengurusi kegiatan-kegiatan yang bersifat ibadah saja. Menurutnya, jika mengurusi hal-hal yang bersifat ibadah, keuntungannya jelas yaitu untuk bekal di akhirat. Pesannya: "Selama menjadi manusia di dunia, urusan dunia dan akhirat harus seimbang. Kita tetap perlu menjaga hubungan baik sesama manusia dan mencari materi karena itulah bekal untuk di dunia. Akan tetapi, jangan melupakan urusan akhirat karena hidup di dunia hanya sementara. Carilah rezeki yang halal karena akan lebih bermanfaat dan jangan lupa akan shalat (ibadah) karena itulah bekal untuk di kehidupan nanti." (Yayat Ruhiyat)

Lelaki berusia 52 tahun, mempunyai satu istri, 4 anak dan 2 cucu. Masih menyekolahkan dua anaknya yang masih kuliah di Universitas Padjadjaran Bandung. Walaupun riwayat penyakitnya yang sebenarnya tidak memperbolehkannya terlalu lelah dan stress, namun beliau masih saja membanting tulang untuk keluarga. Terlebih anaknya yang single parent membuat bebannya justru semakin bertambah. Beliau tidak tega melepas putrinya seorang diri berjuang menghidupi anaknya yang masih amat kecil. Hingga kini tetap bekerja di PT. Ika Pharmindo Putramas dengan jabatan manager produksi (baru didapatkannya tahun ini) dengan usaha tambahannya yang siklusnya pun naik turun. Tetap menjadi sosok yang bersahaja dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Rumah di perumahan Narogong Indah adalah rumah pertamanya yang hingga kini masih ditempatinya. Rumah kecil yang masih belum diperbesar. Baginya, menyekolahkan anak-anaknya yang utama. Sudah tidak memikirkan urusan materi dan lebih ingin memperbanyak bekal akhirat jika nanti tutup usia.

(Sumber: Observasi Langsung selama 24 tahun)

Kamis, 22 April 2010

Di Belakang Boncengan Sang Ayah


Hujan membasuh muka dan badan dengan tipis-tipis. Tidak kencang tapi hembusan angin membekukan aliran darah yang mengalir. Dingin dan kaku, tetapi masih terlindungi oleh sesosok badan yang tegap di hadapanku. Tubuh dialah yang sesungguhnya melawan angin dan hujan, dan aku hanyalah terkena bayang-bayangnya. Tiba-tiba memori mendaratkanku kepada 19 tahun yang lalu. Ketika itu aku pertama kali pergi ke sekolah dasar. Ayah memboncengku dengan motor Vespa yang pada masa itu belum terkesan jadul (jaman dulu). Dia mengantarkanku hari pertama dengan wajah cerah. Wajahnya yang belum terlukis kerutan, bahkan bagiku dia adalah ayah yang paling tampan di muka bumi ini. Hari-hari berikutnya aku selalu diantakannya dengan kendaraan yang satu-satu dimilikinya itu. AKu tahu betapa bangganya dia memiliki motor Vespa itu. Hingga pada akhirnya dijual, motor itu masih sangat bagus karena ayah yang rajin merawat dan membawanya ke bengkel untuk di service.

Akhirnya ingatanku hijrah ke 14 tahun yang lalu. Aku sudah kelas 2 SMP. Setiap berangkat sekolah selalu di temani alunan lagu Bimbo. Aku memang tidak mempermasaalhkan selera musik ayah, karena aku pun menyukainya. Ayah mengantarkanku tidak dengan sepeda motornya. Dia sudah mampu membeli mobil, akan tetapi terhitungnya mobil tua. Setidaknya kami sudah bisa berpergian tanpa kehujanan dan masih kepanasan (AC-nya jarang hidup, namanya juga mobil tua..). Ternyata gadis kecil ayah ini sudah mulai meminta macam-macam. Sudah bisa menentukan berapa uang jajan yang dikehendakinya. Bahkan pada tanggal 14 februari sudah berani minta uang lebih untuk pergi nonton dengan teman-teman. Sejujurnya aku masih belum tahu apa itu valentine? Yang aku tahu valentine sedang heboh ditulis di majalah remaja langganan dan dibicarakan teman-teman satu sekolah. Saat berangkat sokelah biasanya aku menagih uang buku dan les (tentunya sudah di mark-up dari lima ribu atau sepuluh ribu rupiah. Usaha menambah uang jajan).

Pada akhirnya ingatanku sudah kepada 11 tahun yang lalu. Aku sudah kelas 2 SMA. Sang ayah masih mengantarkanku ke sekolah. Si gadis yang masih dianggap gadis kecilnya sudah banyak bertingkah. Sudah bisa membuat sang ayah dipanggil guru BP karena masalah bolos saat upacara, atau kena surat segel karena masalah baju yang tidak mengikuti aturan. Sudah mulai protes minta hand phone karena kebutuhan “pergaulan” dan bahkan meminta mobil bak membeli kacang goreng saja. Tidak memperhatikan sang ayah yang mulai menua dan semakin banyak di dera penyakit. Sang ayah adalah aktor yang pintar memainkan peran. Selalu menjadi badut untuk menyenangkan anak-anaknya. Menutupi penyakit yang dideritanya, menutupi jumlah hutang, hingga menutupi kalau dirinya mulai renta.

Waktu begitu cepat berlalu. kejadian demi kejadian dan peristiwa demi peristiwa telah datang dan pergi mengisi catatan harian keluarga ini. Sang ayah menangis ketika putri kecilnya harus benar-benar dilepas. Sang anak pun tak kuasa menahan sedihnya. Anaknya telah memiliki keluarga baru, yang tidak lagi memanggilnya disaat minta diantar kesana-kemari. Bahkan “gadis kecilnya” memberi “putra kecil” yang dijadika sang ayah pangeran barunya. Betapa hancurnya sang ayah ketika putri kecilnya harus mengalami cobaan berat. Putrinya harus memiliki keluarga yang tak sempurna dengan satu karunia yang dimilikinya, yaitu cucunya. Kali ini dia tidak tampak menangis, tetapi aku tahu dia lebih pilu dibanding tangisannya yang keluar saat putrinya menikah. Pada akhirnya putrinya kembali ke pangkuannya dan kembali seperti cerita sepuluh tahun yang lalu.

Hujan mulai deras, aku memeluk ayahnya dengan erat. Ketika pulang kerja, seperti biasa sang ayah menunggu sang anak turun dari bus kota selepas kerja dengan sepeda motor. Aku pun sudah bekerja. Tetapi ini tak seperti benar-benar seperti 10 tahun yang lalu. Tubuhnya memang sudah tua sesuai dengan usianya. Sebenarnya tidak begitu tua, karena ayah masih bekerja di perusahaan farmasi. Sang ayah sudah beberapa kali masuk rumah sakit. Bahkan sempat di vonis hanya bertahan hidup hingga usia tertentu karena kerusakan hati yang kronis. Penyakit asma yang akut pun menambah penderitaan sang ayah. Nafasnya sudah terengah-engah. Kerutan terlukis merata di wajahnya. Tetapi dia tetap tampan. Dia selalu kuat untukku dan keluarganya. Tetap menjadi ayah idola.

Rabu, 21 April 2010

AWAN (Cerita Seorang Single Parent)


Ini adalah suatu tulisan yang bagi saya tidak mudah. Karena ini bukan suatu khayalan atau replika, ini adalah kejujuran. Tapi saya akan berbicara karena ini PENTING untuk wanita-wanita lain seperti saya. Sebenarnya judul tulisan ini adalah: Mengapa saya memilih menjadi Single Parent?

Berawal dari melihat video clipnya Nidji berjudul dosakah aku. Menggambarkan ketulusan seorang pria dalam membela seorang wanita yang hamil bukan anaknya. Orang lain menggunjingnya mengatakan PENDOSA. Mereka menikah setelah wanita ini melahirkan namun karena sebelumnya sempat terluka karena "hukuman masyarakat" dan sang Pria lah yang menjadi Single Parent.

Ternyata single parent itu banyak sekali modelnya. Kalau saya menjadi single parent karena ingin menyelamatkan buah hati. Aneh,kan?
Sesungguhnya dari dasar hati yang paling dalam, kalau anda tidak siap, jangan pernah menjadi single parent! Butuh kekuatan yang amat dasyat, baik fisik,mental,dan materi. Anda berjuang bukan lagi untuk diri anda, tetapi anak yang anda bawa. Jika tidak "berbekal" cukup, bisa-bisa manusia melakukan apa saja asal bisa bertahan. Saya memang setuju kita harus berjuang demi anak kita, tapi bukan melakukan APA SAJA. You have to control your self!!

Menjadi single parent memang bukan perkara yang mudah. Apalagi hidup di negeri timur yang masih terpaku norma dan nilai yang ada. Maka itu saya katakan tidak mudah. Anda harus bisa tetap terlihat menjadi manusia baik dari status yang pada umumnya menganggap anda buruk. Kita memang bisa mengatakan "Persetan dengan kata orang", karena mungkin kita lebih siap dalam kondisi seperti itu. Tapi bagaimana dengan sang anak? Mentalnya belum siap dengan kondisi yang diluar kenormalan. Belum siap menghadapi gunjingan yang terjadi. Saya akan melakukan apapun demi anak, termasuk membelanya mati-matian dari omongan dan tindakan yang menyakiti dirinya. Karena itu, saya harus lebih peduli dengan "Apa Kata Orang?" walaupun saya agak kurang menyukainya. Ya, kita hidup di bumi yang bukan milik kita sendiri. Karena kita hidup berbagi dan memang harus peduli.


Saya memang bukan manusia suci. Dosa saya mungkin sudah tak terhitung, tapi saya pun bukan yang hanya diam. Saya berusaha hingga detik ini menjadi yang lebih baik lagi dimata Tuhan dan manusia tanpa mengubah diri saya sendiri sebenarnya. Tapi tetap saja saya akan sulit memasuki kehidupan-kehidupan baru, terutama "menikah". Untuk mengerti definisi secara etimologi dan harfiah mengenai pernikahan anda bisa mampir ke http://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan


Pernikahan bagi kita orang timur adalah bukan hanya penyatuan dua insan, tetapi adalah dua keluarga dengan masing-masing budaya menjadi satu dalam bentuk keluarga baru. Lagi-lagi dihadapkan dengan masalah keluarga. Orang-orang seperti saya (baca:single parent) nampaknya susah mendapat restu dari pihak orang tua pria. Saya tidak menyalahkan mereka, karena setiap orang tua memang inginkan yang terbaik untuk anaknya. Nampaknya saya agak mals menghadapi masalah baru. Karena perjalanan saya dari hari ke hari sudah kompleks akan masalah. Kembali ke pertanyaan: Mengapa saya memilih menjadi single parent? Jawabannya adalah karena saya tidak rela mendapat hinaan!
Jujur saja, saya tidak rela terhina karena apa yang saya dapatkan sekarang, semua adalah hasil PERJUANGAN. Saya mencapai titik ini bukan dari sekedar memejamkan mata dan semua tararaappp...tring!!! Saya sudah berdarah-darah untuk ini. Mereka tidak pernah tahu akan ini. Maaf, anda jadi dipaksa untuk berwisata ke masa lalu saya. Inilah yang saya anggap perjuangan itu!

"Jangan khawatir, Mama akan melawan dunia untukmu!
"

Anda tahu rasanya hamil? Anda tahu rasanya hamil di luar nikah? Dikala ini menjadi momok buruk bagi masyakat. Maaf, ini konteksnya berbeda dengan aborsi. Jika melakukan Aborsi, seseorang itu sudah melakukan pelarian dari kesalahannya. Urusannya tinggal nanti dia melakukan pertanggungjawaban dengan Tuhan. Saya tidak mengerti tentang Aborsi karena saya tidak mengalaminya, dan saya pun tidak pernah bisa terpikirkan untuk Aborsi. Saat suatu jiwa hadir dalam raga kita, semua telah melebur menjadi satu. Jiwanya dan jiwa kita. Disinilah naluri keibuan mulai tumbuh dan terdapat ikatan batin yang amat kuat. Akan tetapi situasi mengangap itu salah. Itu dosa, dan itu melanggar norma. Anda merasa sangat bahagia dan terharu bisa menjadi seorang ibu tetapi anda perlu membayar mahal untuk semua yang sudah anda lakukan dan yang ingin anda dapatkan. Saya pun bergetir menghadapi semua ini. Saya mengalami dilema yang sangat memusingkan, bahkan memualkan. Tetapi sya yakin saya akan mempertahankannya. Saya merasa adanya keinginan kuat darinya untuk hidup. Saya merasakan kekuatanya di dalam aliran darah ini, nafas, bahkan jantung ini. Saya sudah merasakan dia ada dan berkomunikasi dalam bahasa yang hanya kami sendiri yang tahu dan mengerti. Ibu mana yang tega mengorbankan anaknya?Di dalam tubuh wanita yang ketika itu tidak terlalu berdaya, tiba-tiba saya berbisik pada sang anak yang ketika itu masih dalam gumpalan darah: Jangan khawatir, saya akan melawan dunia untukmu. Mungkin banyak yang tidak mengerti. Mengapa saya berbicara sendiri? believe or not, ketika kita tahu ada suatu mahluk dalam perut kita dan meleburlah menjadi satu kejiwaan antara anda dan mahluk tersebut, anda sudah tidak lagi merasa sendiri. Bahkan dia bisa memberi respon walaupun masih dalam gumpalan darah. Ketika menangis, perut seakan-akan menjadi sedikit keram, ketika itu saya tahu dia mendengarkan dan menemani. Baiklah, saya akan tetap bertahan dan berjuang berdua bersama mahluk kecil ini.

Saya bukan orang yang lari dari masalah. Semua saya hadapi, hingga terancam terbuang dari keluarga yang amat sangat saya cintai. Keluarga yang penuh kehangatan dimana anda menjadi kebanggaan dari orang tua anda. Tetapi seandainya jika saya dihadapi oleh sebuah pilihan, saya tetap akan memilih anak ini. Anak ini memerlukan saya untuk bertahan, jika yang lainnya akan tetap bisa hidup walaupun tanpa saya. Situasi semakin sulit. Saya sadar saya memilih lelaki yang salah tetapi saya sudah terlanjur harus menikah dengannya. Pilihan yang amat sulit bukan? Anda rela mendapat tekanan dan ancaman setiap harinya oleh lelaki yang saat itu sudah anda benci. Benci karena terkadang bertingkah seperti "banci" yang lebih mudah menyerah dan memilih hal yang menurutnya lebih mudah dijalani. Tetapi lagi-lagi semua demi anak dalam kandungan. Saya hanya takut adanya pemaksaan saya harus melepaskan sang buah hati. Itu sama saja siksaan seumur hidup!

"Ya Allah,jika detik ini nyawa hamba kau ambil, hamba rela."

Hopeless, tidak bisa berpikir, bahkan ketika itu merasakan saya mati rasa. Tidak ada gairah, tidak bisa membayangkan masa depan, mematikan cita-cita, semua mati. Merasa seperti mayat hidup. Sampai-sampai berkata:"Ya Allah,jika detik ini nyawa hamba kau ambil, hamba rela." Satu-satunya yang membuat saya tetap hidup adalah janin ini. Dialah masa depan saya. saya tidak bisa membayangkan masa depan selain membayangkannya lahir. Kami sudah menjadi satu kesatuan. Dan jika ada pilihan melepaskannya sama saja melepaskan nyawa sendiri.

Putus asa! Merasa berada di titik paling bawah dan gelap. Semua seperti berkabut. Hanya ada sesuatu yang membisikkan, setiap masalah ada penyelesaiannya. Jika saya bisa melewatinya, saya sudah melewati satu ujian yang diberikan Allah. Karena menganggap tak ada satupun yang akan bisa menyelesaikannya, saya menyerah. Saya hanya berserah diri kepada Tuhan YME. Setiap hari hanya berdoa dan berdoa. Mukena ini tidak pernah lepas dan selalu basah karena tetesan air mata yang sudah seperti mata air yang mengalir dengan sendirinya. Subhanallah, atas Mukjizat yang diberikannya akhirnya saya bisa menghadapi semuanya. Tiba-tiba semua mengalir walaupun saya hadapi dengan masa-masa sulit. Saya tidak mengatakan bahwa semua tanpa penderitaan, tapi saya mengalami banyak penderitaan namun berhasil melalui itu semua.

Sekedar Formalitas?

Lalu mengapa saya bercerai? Apakah saya menikah karena formalitas? jelas jawabannya adalah BIG NO!! Formalitas berarti hanya mengandalkan diatas kertas. Tetapi yang sya alami adalah saya ingin membuka lembaran baru dan hidup lebih tenang. Saya sudah berusaha untuk mempertahankan hingga titik yang saya mampu. Saya mengikuti kemauan suami untuk tinggal di rumah orang tuanya. Padahal dari rumahnya hingga ke kampus saya, sama saja seperti Bandung-Bekasi lamanya. Saya sedang menyelesaikan Study S1 saya, maka itu perlu intensitas ke kampus yang lebih sering. Minimal pasti saya harus ampir ke perpustakaan untuk mencari bahan. Keadaan perut mulai membesar. Sang suami jika ada pekerjaan, meninggalkan saya bisa dari 2 hari hingga seminggu. Saya mencoba mengerti dengan profesinya kala itu. Walaupun merasa banyak keganjilan setiap harinya. Saya sudah menikah dan saya benci perceraian. Saya akan menerima apapun dirinya karena itu adalah pilihan yang sudah saya ambil. Setidaknya sang anak pasti membutuhkan ayahnya.

Tetapi ternyata semua tidak seimbang. Saya terlalu bnayak berjuang sendiri. Saya pun lelah. Masa kehamilan telah lewat, saya melahirkan dengan suami yang baru datang 6 jam setelah melahirkan. Kemudian datang lagi 2 bulan kemudian. Saya sudah mengajak untuk diskusi, meyelesaikan semua ketidakwajaran yang terjadi dalam pernikahan. Tampaknya dia sulit untuk diskusi. Semua dia serahkan kepada saya sendiri keputusannya. Saya bukan orang yang tanpa usaha! Apalagi coba yang tidak saya korbankan? Kehidupan pasca melahirkan yang ternyata sangat berat. Jangan bermimpi bisa tidur nyenyak dan hanya bermain-main dengan sang buah hati. Saya agak bermasalah juga ketika menyusui sehingga berkali-kali demam. Tidak ada saat dimana saya bergantian dengan suami untuk menjaga si buah hati atau berbagi pekerjaan rumah dengannya. Dia tidak ada ketika saya mengalami masa ini. Lalu dia dimana?

Saya pun terasa seperti tertusuk dari belakang ketika mendengar suatu berita yang tidak enak sekali mendengarnya. Ternyata sang suami sering keluar malam, mabuk, dan bersama wanita. Walaupun ketika itu memang saya sudah akan berpisah, tetapi tetap saja ini tidak adil. Dikala saya menghadapi segalanya sendiri, berjuang dan ertaruh nyawa, tetapi apa yang saya dapat? saya tidak mendapat support materi, apalagi moril, tetapi saya merasa tidak dihargai sebagai wanita. Tetapi saya tidak akan bertindak bodoh dengan tindakan-tindakan kasar atau caci maki. Tetap tenang walaupun di dalam ini sangat bergejolak. Sebenarnya sakit hati ini adalah untuk sang anak. Saya sakit hati dia tega menyakiti bayi yang masih merah ini, dan dia malah membalas kami dengan ini. Dia menyakiti kami, yang sudah berjuang untuk tetap bertahan dengan dirinya. Lalu inikah yang orang anggap hanya formalitas?

Awan:Indah dilihat namun sulit digapai..

Kini saya sudah bangkit lagi. saya tidak boleh sekalipun terpuruk karena nasib sang buah hati sekarang hanya ditangan saya seorang. Saya sudah lulus dengan gelar S1 ditangan, dan pekerjaan walaupun masih dalam proses merintis. Sudah mendapat seseorang yang menyayangi saya yang sangat tulus. Walaupun saya terbentur suatu masalah. Ya, lagi-lagi masalah. ternyata status seperti saya kurang diminati oleh sebagian besar orang tua. Apalagi jika permasalahannya menyinggung tentang anak. Sangat sensitif untuk orang-orang seperti saya. Saya tidak ingin terbuai dengan permasalahan cinta. Anak saya adalah hasil perjuangan yang sudah dihasilkan dengan berdarah-darah. Tidak mungkin saya mengorbankannya. Saya tidak boleh egois dan terbuai oleh masalah cinta. Mungkin saya memang harus mati rasa. Tapi tetap saja saya wanita, dan saya manusia, ingin juga hidup harmonis seperti lainnya. Siapa yang tidak ingin menikah dengan suatu pesta, bulan madu, hidup dengan suami dan anak-anak? tetapi menikah bagi saya seperti AWAN. Indah dilihat tetapi tak mampu tergapai. Tetapi saya tetap menyukai keindahan. Jika memang dengan melihatnya sudah merasa indah, mengapa tidak?

...

Lalu masihkan Single Parent dianggap sebelah mata? Seseorang yang sudah memperjuangkan dirinya dan anaknya sendiri hingga titik darah penghabisan. Tidak pernah lari dari masalah karena semua dijalaninya walaupun harus terseret-seret. Dan tetap saja harus menghadapi penolakan. Dan tulisan diatas hanyalah sepertiganya yang saya alami. Mungkin perlu berlembar-lembar dan melewati batas privacy. Ini saja saya mencoba menahannya untuk tidak menangis, walau agak sedikit gagal. Semua karena membuka sedikit masa hitam, dan itu tidak mudah. Walaupun saya hanya membuka sedikit saja dari rangkaian cerita sebenarnya. Jadi, kembali ke pertanyaannya, mengapa saya memilih tetap menjadi Single Parent? jawabanya karena saya tidak rela dihina. Karena kehidupan yang saya alami saat ini adalah proses perjuangan! (air mata, pengharapan, pengorbanan, perjuangan, perlawanan)